MENGHENTIKAN kerja sama militer dengan Australia secara sepihak, media-media di Negeri Kanguru itu menyebut Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tengah memoles citra untuk memuluskan ambisinya menjadi presiden.
Sebab bagi Australia, keputusan Gatot menghentikan kerja sama militer antara TNI dengan angkatan bersenjata Australia itu merupakan sebuah hal tak lazim.
Media-media tersebut termasuk seperti Sydney Morning Herald, Fairfax Media, dan Australian Financial Review.
Dalam artikel Sydney Morning Herald pada Kamis (5/1/2017) yang berjudul Why Indonesian General Gatot Nurmantyo Halted Military Ties with Australia, dibahas alasan di balik keputusan Panglima TNI itu.
Seorang sumber yang tak disebutkan namanya mengatakan pada Fairfax Media bahwa Jenderal Gatot Nurmantyo sebenarnya memiliki ambisi untuk terjun di dunia politik.
Hal itu terlihat dari keputusan Gatot untuk menghentikan kerja sama militer dan menarik prajurit-prajurit terbaiknya dari pelatihan khusus militer di Australia.
Menurut sumber itu, semua keputusan tersebut dilakukan Gatot secara sepihak, tanpa referensi dari Presiden Joko Widodo.
Gatot juga dinilai seakan membesar-besarkan kasus pelecehan Pancasila dan TNI di publik, yang seharusnya ditangani tanpa harus mengangkatnya ke ranah publik.
"Gatot malah memicu agar kasus ini meledak. Padahal, seharusnya ditangani secara diam-diam," kata sumber tersebut.
Karenanya sumber itu menyebut Gatot punya ambisi politik. "Gatot memiliki ambisi menjadi presiden atau wakil presiden," katanya.
Sang sumber juga mengatakan Gatot memanfaatkan hal ini dan keputusannya tersebut untuk menaikkan citra nasionalismenya.
"Ini menjadi cara yang baik baginya untuk mendongkrak citra nasionalismenya," kata sumber itu lagi.
Sumber itu juga mengatakan, sebenarnya banyak kalangan internal TNI yang kecewa dengan kinerja tentara kelahiran 13 Maret 1960 tersebut. Karenanya, Gatot dianggap sengaja memanfaatkan isu nasionalisme untuk mendongkrak citra.
“Pada saat yang sama banyak orang di militer tidak puas dengan dia. Ini adalah cara yang baik baginya untuk memoles kepercayaan tentang nasionalismenya," tuturnya.
Sementara itu, seorang profesor politik internasional dari Deakin University, Dr Damien Kingsbury pun menyebut sebenarnya keputusan menghentikan kerja sama militer itu tidak biasa.
"Dia (Gatot) harusnya tahu pasti bahwa dampak dari keputusan menghentikan kerja sama itu berpengaruh pada hubungan bilateral kedua negara," ucap Dr Kingsbury.
Ia juga mengatakan bahwa Gatot memang memiliki sejarah permusuhan terhadap posisi strategis Australia. Namun, sambung Dr Kingsbury, keputusan Gatot menghentikan kerja sama antara TNI dengan militer Australia tanpa merujuk pada kebijakan Presiden Jokowi tentu merupakan hal luar biasa dalam hubungan bilateral.
Lebih lanjut Dr Kingsbury mengatakan, bahan ajar dan kurikulum di fasilitas militer Perth yang dianggap menyinggung TNI sebenarnya bukan hal baru. Bahkan instruktur Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD sudah silih berganti ikut pelatihan di Perth.
Kingsbury pun meyakini sebenarnya sudah lama TNI tahu soal bahan ajar yang kini dipersoalkan itu. Karenanya, pertanyaannya adalah mengapa tiba-tiba Gatot memunculkannya.
“Jadi ini memunculkan sebuah pertanyaan ada apa dengan Gatot, apakah itu sungguh-sungguh karena pelanggaran atau ada beberapa permainan yang sedang dimainkan,” ulasnya.
Dugaan serupa juga muncul dari Prahanth Parameswaran, associate editor di majalah The Diplomat yang fokus membahas isu-isu Asia-Pasifik. Menurutnya, pejabat Australia juga terkejut ketika insiden di fasilitas militer di Perth yang menyinggung TNI mengemuka di publik karena sebelumnya kedua belah pihak telah berkomitmen untuk menyelidiki dan menyelesaikannya.
Namun, Parameswaran juga menyebut Gatot memng dikenal punya kecurigaan tinggi pada kekuatan asing. "Terutama Australia," katanya.
Selain itu, ia juga menduga Gatot melihat peluang untuk memainkan isu. “Dia melihat sebuah kesempatan dengan insiden ini untuk bermain," paparnya.
Melalui pernyataan tertulis, Menteri Pertahanan Australia Marise Payne telah mengatakan kasus penghinaan Pancasila dan TNI tengah diselidiki.
Marise Payne juga menyebut Panglima Angkatan Bersenjata Australia Mark Binskin telah menghubungi Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu juga mengakui ada oknum anggota militer Australia yang menghina lambang negara Indonesia, Pancasila.
Hal ini diketahui dari laporan pelatih dari Kopassus yang mengajar di sebuah akademi pasukan khusus di Australia. Saat mengajar, pelatih tersebut mengetahui adanya materi-materi pelatihan yang isinya menjelek-jelekkan TNI.
Ketika menghadap kepala sekolah di akademi tersebut untuk mengajukan proter, sang pelatih malah menemukan tulisan lain yang isinya justru menghina lambang negara Indonesia, Pancasila.
Sejumlah media Australia menyebut penemuan materi pelatihan yang menyinggung itu terjadi di lembaga pelatihan bahasa pasukan militer khusus di Perth, Australia.
Gatot Nurmantyo pada Desember lalu mengatakan bahwa sempat ada kerja sama antara Indonesia dan Australia, di mana Indonesia mengirimkan guru Bahasa Indonesia ke Australia.
Ia menyebut guru Bahasa Indonesia tersebut sempat diminta untuk memberikan materi tugas yang isinya terkait propaganda Papua Merdeka.
Dalam materi tugas tersebut, disebutkan bahwa Papua adalah bagian gugus kepulauan Melanesia dan seharusnya menjadi negara tersendiri.
Protes kemudian dilayangkan dan berbuntut permintaan maaf dari panglima militer Australia.
Baca Berita Selanjutnya
0 Response to "Media Australia: Panglima TNI Ambisi Jadi Presiden"
Posting Komentar