Kisah Kim Jong-nam yang Berujung Maut di Malaysia

Kisah Kim Jong-nam yang Berujung Maut di Malaysia

SELAMA bertahun-tahun, diyakini Kim Jong-nam dipersiapkan untuk meneruskan 'tahta' ayahnya Kim Jong-il sebagai pemimpin Korea Utara. Tapi, hal itu sepertinya berakhir pada tahun 2001.

Mei 2001, Jong-nam ditahan di Bandara Narita, Tokyo, Jepang, karena menggunakan paspor palsu Republik Dominika. Saat itu ia ditemani istrinya, seorang wanita pengasuh anak dan seorang anak berusia empat tahun.

Berbagai laporan mengatakan jika Jong-nam ingin mengajak keluarganya untuk berkunjung ke Tokyo Disneyland. Keempat orang ini lalu dideportasi Jepang untuk kembali ke Korea Utara melalui Beijing.

Ayahnya pun malu luar biasa dan sejak itu bintang Kim Jong-nam sebagai penerus 'tahta' Kim Jong-il meredup.

Sejak saat itu, Jong-nam tampaknya sudah dibuang dan hidup dalam pengasingan hingga kematiannya di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 13 Februari 2017, atau lima tahun lebih setelah adik tirinya, Kim Jong-un, mengambil alih kepemimpinan Korea Utara.

Sejak Jong-un berkuasa, Jong-nam menjadi salah satu kritikus rezim Korea Utara yang paling terkenal. Secara terang-terangan ia mempertanyakan kebijakan-kebijakan paham Stalin dan suksesi kepemerintahan yang mulai dibentuk pada 1948 oleh kakeknya, Kim Il-sung.

Kim Jong-nam lahir pada 10 Mei 1971, hasil dari hubungan sang ayah dengan seorang artis bernama Sung Hae-rim. Sayangnya hubungan itu tidak pernah disetujui oleh sang kakek, yang saat itu adalah penguasa Korea Utara.

Karena alasan tersebut, Jong-nam muda diperlakukan sebagai anak yang dirahasiakan yang diasuh oleh ayahnya dan bibi dari pihak ayah, Kim Kyung-hee, yang mencoba untuk mengadopsinya.

Disebutkan bahwa ia juga dekat dengan suami bibinya, Chang Song-thaek, yang menjadi salah satu sosok paling berkuasa di Korea Utara sebelum dieksekusi pada 2013 oleh rezim Kim Jon-un karena alasan pengkhianatan yang tak termaafkan.

Meski Kim Jong-nam dekat dengan keluarga ayahnya, namun ia 'diusir' selama sepuluh tahun. Ia belajar di Rusia dan Swiss serta fasih berbahasa Prancis maupun Inggris, sebelum akhirnya kembali ke Pyongyang pada akhir tahun 1980-an.

Di sinilah keretakan hubungan dengan ayahnya mulai terlihat. Kim Jong-il dilaporkan sangat marah dengan Jong-nam dan mengancam akan mengirimnya ke salah satu penjara politik Korea Utara atau ke pertambangan batu bara.

Jong-nam memang tak pernah masuk penjara politik, tapi setelah 2001 diperkirakan ia pindah ke Makau, tempat dimana ia disebut sangat menikmati dunia perjudian walaupun beberapa laporan lainnya menunjukkan kemungkinan ia tinggal di Singapura.

Setelah beberapa tahun jauh dari keluarga, Jong-nam mulai secara terang-terangan mengkritik Korea Utara. Pernyataannya yang dikutip media Jepang pada 2010 mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan 'suksesi dinasti'.



Setelah kematian ayahnya pada Desember 2011, Jong-nam terlihat semakin berani. Komentar-komentarnya tentang kemampuan adik tirinya, Kim Jong-un, dalam mempertahankan 'kekuasaan mutlak' kepada seorang wartawan Jepang bernama Yoji Gomi membuatnya sebagai kritikus rezim Jong-un paling keras.

Kepada Gomi, Jong-nam mengatakan bahwa Korea Utara akan runtuh tanpa adanya reformasi, tapi reformasi akan membuat runtuhnya dinasti Kim sembari menyebutkan bahwa adik tirinya akan menjadi sosok boneka yang digunakan oleh kalangan elite yang berkuasa.

Benar atau tidaknya Jong-nam memang masuk dalam garis suksesi belum jelas. Namun, putranya, Kim Han-sol, yang lahir di Pyongyang pada 1995 dan tidak pernah bertemu kakeknya, menyatakan bahwa Jong-nam tidak tertarik akan jabatan tersebut.

"Ayah saya tidak terlalu tertarik politik," ujar Han-sol kepada mantan Pejabat Senior PBB, Elisabeth Rehn, dalam sebuah wawancara di televisi Finlandia pada 2012.

Meski demikian, Jong-nam terlihat tetap menjadi sasaran. Pada 2012, seorang mata-mata Korea Utara mengakui disuruh oleh negara untuk menyerang Jong-nam.

Dia dilaporkan sudah menyewa sopir taksi untuk menabrak Jong-nam pada 2010, tetapi rencana tersebut tidak ada kelanjutannya.

Hingga akhirnya hari kematiannya pun datang. Kim Jong-nam, 46 tahun, meninggal dunia setelah 'diserang' --kemungkinan oleh racun mematikan-- pada Senin, 13 Februari 2017 di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia.

AS dan pemerintah Korea Selatan meyakini jika Jong-nam dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Korea Utara, kendati yang belum lama ini ditangkap sebagai tersangka pembunuhan adalah dua wanita berpaspor Indonesia dan Vietnam serta seorang pria warga Malaysia. (dari berbagai sumber)


Baca Berita Selanjutnya

0 Response to "Kisah Kim Jong-nam yang Berujung Maut di Malaysia"

Posting Komentar