Dua Nelayan Indonesia Gugat Pemilik Kapal AS

Dua Nelayan Indonesia Gugat Pemilik Kapal AS

INILAHCOM, San Francisco - Dua nelayan asal Indonesia, Abdul Fatah dan Sorihin, menggugat Thoai Van Nguyen, pemilik kapal AS, karena mempekerjakan mereka seperti budak.

Associated Press mengabarkan, gugatan tersebut diajukan di Pengadilan San Francisco, California, AS, Kamis (22/9/2016).

Dalam surat gugatannya, dua warga Indonesia itu mengungkapkan bahwa pada 2009 silam mereka dikontrak untuk bekerja di dua kapal penangkap ikan tuna AS selama dua tahun dengan janji diberi upah sebesar US$300 hingga US$350 plus bonus US$10 per ton ikan hasil tangkapan.

Melihat peluang itu, Fatah dan Sorihin yang semula bekerja di sebuah kapal ikan di Jepang itu pun bersedia pindah ke AS. Namun kenyataan yang mereka hadapi ternyata jauh berbeda. "Kondisinya jauh lebih buruk," keluh Sorihin.

Seperti dituturkan kepada Associated Press, setelah beberapa hari bekerja di laut, mereka dipindahkan bekerja di Kapal Sea Queen II yang beroperasi di Samudra Pasifik. "Padahal hal itu tidak ada dalam kontrak kami," kata Sorihin.

Di sini, mulailah keduanya mengalami siksaan tak kunjung reda. Mereka harus bekerja selama 20 jam sehari tanpa alat pelindung dan perawatan medis. Mereka juga terpaksa tinggal di atas kapal dan diancam akan dipenjara bila melarikan diri ke darat.

Dalam gugatan disebutkan, bahwa bekas majikannya sering menampar dan menendang para pekerjanya. Mereka juga dilarang menggunakan kamar mandi di atas kapal, dan memaksa mereka untuk mandi di atas geladak dengan ember.

Ketika mereka berdua minta untuk berhenti, namun bekas majikannya menuntut agar mereka membayar ganti rugi US$6 ribu sebagai pengganti biaya yang dikeluarkan untuk merekrut mereka dari sebuah agen tenaga kerja.

Setelah bekerja selama delapan bulan, tepatnya pada April 2010, Fatah dan Sorihin nekat melarikan diri. Ketika kapal tengah berlabuh di Fisherman Wharf, San Francisco, diam-diam mereka menyelinap ke kamar pribadi Nguyen untuk mengambil paspor mereka lalu kabur ke San Jose.

Keduanya kemudian menelepon kenalan mereka untuk minta bantuan dan berhasil. Mereka akhirnya berhasil menyelamatkan diri dan mengajukan gugatan sebagai korban perdagangan manusia. "Saya harus keluar dari kapal itu. Saya bisa mati di sana bila tidak melarikan diri," ujar Sorihin.

Dengan visa sementara sebagai korban human trafficking, mereka kini tinggal dan bekerja di San Fransisco. Fatah bekerja sebagai pegawai sebuah pusat perbelanjaan tak jauh dari Fisherman Wharf dan Sorihin menjadi pengemudi Uber dan kasir di sebuah toko makanan di San Francisco.

Awal tahun ini, sebelum mengajukan gugatan, mereka melihat foto-foto Sea Queen II dan mantan kapten mereka. "Itu dia," kata Sorihin --yang kini berusia 38 tahun-- sambil menggelengkan kepala saat ditanya apakah dia mau melihat kapal itu. "Saya takut pada pria ini."

Gugatan diajukan dua minggu setelah investigasi Associated Press menemukan sekitar 140 kapal ikan yang berbasis di Honolulu, termasuk Sea Queen II, memiliki ratusan awak kapal dari negara-negara miskin di Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Hasil tangkapan mereka dijual di pasar-pasar dan restoran kelas atas di AS.

"Saya berharap bahwa tidak ada kasus seperti saya," kata Sorihin. "Saya juga berharap para pelaut tidak perlu melalui pengalaman yang telah kami alami." [ikh]


Baca Berita Selanjutnya

0 Response to "Dua Nelayan Indonesia Gugat Pemilik Kapal AS"

Posting Komentar