INILAHCOM, Washington - Presiden Barack Obama mengumumkan akan mencabut seluruh sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh AS terhadap Myanmar menyusul transisi kekuasaan dari junta militer ke pemerintahan sipil.
Pengumuman itu dikeluarkan bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Myanmar, Aung San Suu Kyi, ke Gedung Putih pada Rabu (14/9/2016).
"AS sekarang siap mencabut sanksi-sanksi yang telah kami terapkan terhadap Myanmar selama beberapa waktu," kata Presiden Obama yang berada di samping Aung San Suu Kyi.
"Ini adalah tindakan tepat yang harus dilakukan untuk memastikan rakyat Myanmar merasakan manfaat dari cara baru menjalankan usaha dan pemerintahan baru," imbuh Obama.
Ketika ditanya kapan sanksi akan dicabut, Presiden AS itu menjawab, "Segera."
Partai pimpinan Suu Kyi menang dalam pemilihan awal tahun ini. Namun karena terbentur undang-undang negara, Suu Kyi tidak bisa menduduki jabatan presiden Myanmar. Perempuan 71 tahun ini pun lalu diangkat sebagai State Counsellor atau penasihat negara merangkap Menteri Luar Negeri, Menteri Kerumahtanggaan Presiden, Menteri Pendidikan, serta Menteri Tenaga Listrik dan Menteri Energi.
Di bawah pemerintahan militer Myanmar sebelumnya, berbagai sanksi diterapkan oleh AS. Namun sanksi-sanksi perlahan-lahan dilonggarkan sejak militer mulai mengendurkan kekuasaan lima tahun lalu.
Kini disepakati pula bahwa pemerintah AS akan memulihkan fasilitas perdagangan sehingga Myanmar dapat menjual ribuan produknya ke AS tanpa bea masuk.
"Kami pikir waktunya sekarang sudah tiba untuk mencabut semua sanksi yang menghancurkan kami secara ekonomi," kata Suu Kyi, seraya menyatakan bahwa Kongres AS mendukung negaranya dengan mengenakan sanksi di masa lalu sebagai tekanan untuk melaksanakan reformasi demokratis.
Bersamaan dengan kedatangan Suu Kyi, Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa pemerintah AS akan memasukkan kembali Myanmar ke dalam Generalized System of Preferences (GSP), yang membebaskan bea masuk barang-barang impor dari negara-negara miskin dan berkembang.
Myanmar dicoret dari daftar penerima manfaat GSP tahun 1989 menyusul pemberontakan pro-demokrasi setahun sebelumnya yang secara brutal ditekan oleh penguasa junta militer. Myanmar akan kembali ke program itu pada 13 November 2016, menurut para pejabat AS.
Usai mengunjungi Gedung Putih, Suu Kyi akan bertemu dengan sejumlah anggota parlemen di Capitol. Dia akan kembali ke sana pada Kamis (15/9/2016) untuk bertemu dengan pemimpin parlemen dan senat dari Partai Demokrat dan Partai Republik.
Anggota parlemen dari Partai Republik, Ed Royce, yang merupakan Ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen, mengatakan usai pertemuan dengan Suu Kyi bahwa meski pemerintahan baru telah membawa harapan bagi Myanmar, dia masih mempertanyakan komitmen Suu Kyi untuk melindungi kelompok marjinal Muslim Rohingya.
Sebagai penerima Nobel Perdamaian, Suu Kyi selama ini dikritik karena hanya melakukan sedikit untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya, 125 ribu di antaranya ditampung di kamp-kamp sementara sejak kekerasan 2012.
Hukum Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai satu dari 135 kelompok etnis resmi negara itu, menjadikan mereka tak bernegara. Dianggap sebagai imigram ilegal dari negara tetangga Bangladesh, mereka tidak disukai oleh kebanyakan warga Myanmar.
Baca Berita Selanjutnya
0 Response to "AS Segera Cabut Semua Sanksi Ekonomi bagi Myanmar"
Posting Komentar