INILAHCOM, Paris - Sebuah pengadilan tinggi Prancis diminta untuk menghapuskan larangan penggunaan burkini di pantai-pantai di 26 kota.
Mengutip BBC, kelompok HAM dan asosiasi anti-Islamphobia memperdebatkan larangan-larangan tersebut karena melanggar hukum Prancis.
Para walikota, khususnya di Riviera, mengatakan bahwa larangan-larangan tersebut untuk melindungi permintaan publik dan aturan-aturan sekuler.
Jajak pendapat menunjukkan kebanyakan warga Prancis mendukung larangan-larangan tersebut, tapi kaum Muslim mengatakan, mereka diperlakukan tidak adil.
Berdasarkan survei Ifop, sebanyak 64% warga Prancis mendukung larangan tersebut, sedangkan 30% tidak peduli.
Perdana Menteri Manuel Valls berada dalam debat pada Kamis (25/8/2016), mendukung walikota-walikota yang sudah membuat keputusan peraturan publik setelah serangan militan di Nice bulan lalu. Burkini mewakili 'perbudakan wanita', tambah Valls.
Foto yang memicu 'kemarahan'
Sementara itu, Menteri Pendidikan Prancis Najat Vallaud-Belkacem mengatakan, walaupun ia tidak setuju burkini sebagai simbol feminisme, ia melihat larangan tersebut sebagai hal yang tak dikehendaki dan menolak gagasan bahwa pakaian yang dikenakan wanita di pantai dapat dikaitkan dengan terorisme atau kelompok militan yang menyebut dirinya ISIS.
Kontroversi tersebut meningkat di Prancis setelah ada foto-foto polisi yang tampak sedang menegakkan aturan, membuat amarah publik. Karena beberapa wanita di foto di Nice dan Cannes tersebut, tidak mengenakan burkini melainkan hanya baju panjang dan jilbab.
Baru-baru ini, seorang ibu bernama Siam didenda 10 euro atau sekitar Rp150 ribu walaupun ia bersikeras bahwa dirinya tidak mengenakan burkini, melainkan baju tunik, legging, dan jilbab.
Baca juga: Perempuan Berjilbab Didenda di Pantai Prancis
Situs berita Prancis, Liberation, pada Kamis mengatakan peraturan setempat tersebut 'konyol' dan justru merupakan 'hadiah' bagi propaganda Islam.
Adapun Anouar Kbibech, pimpinan French Council of the Muslim Faith (CFCM), mengatakan bahwa ia khawatir mengenai arah yang diperdebatkan publik, mengutip 'meningkatnya ketakutan atas stigma tentang kaum Muslim di Prancis'.
Sebuah lembaga HAM Prancis (LDH) dan asosiasi anti-Islamophobia memperdebatkan larangan-larangan tersebut bertentangan dengan kebebasan berpendapat, beragama, berpakaian, dan berpindah (tempat).
Namun, mereka gagal meyakinkan sebuah pengadilan di Nice pekan ini untuk menjatuhkan larangan di Villeneuve-Loubet dan membawa kasus tersebut ke pengadilan administrasi tertinggi Prancis, yang hasilnya diharapkan akan keluar dalam kurun waktu 48 jam.
Larangan burkini diterapkan setelah seorang Muslim militan menabrakkan truk ke keramaian di Nice pada 14 Juli yang menewaskan 86 orang, pihak otoritas kota itu mengatakan larangan tersebut diperlukan.
Menanggapi larangan burkini itu, seorang pengusaha Muslim Prancis bernama Rachid Nekkaz menyatakan diri siap untuk membayar denda yang dijatuhkan kepada para Muslimah pemakai burkini. Pria keturunan Aljazair itu merasa larangan terhadap burkini sangat tidak adil.
Baca juga: Pengusaha Muslim Ini Rela Bayari Denda Burkini
"Saya memutuskan untuk membayar semua denda yang dijatuhkan kepada perempuan pemakai burkini demi menjamin kebebasan mereka berpakaian, dan di atas itu semua, untuk menetralisir dasar hukum yang menindas dan tidak adil ini," tutur Nekkaz, seperti diwartakan Daily Mail.
Baca Berita Selanjutnya
0 Response to "Kelompok HAM Minta Larangan Burkini Dihapus"
Posting Komentar