INILAHCOM, New York - Jumlah perempuan dan anak perempuan yang mengalami mutilasi genital di Guinea, sebuah negara di Afrika Barat, terus meningkat, menurut laporan PBB yang baru saja dirilis pada Senin (25/4/2016).
"Walaupun mutilasi alat kelamin perempuan tampaknya menurun di seluruh dunia, tapi tidak terjadi di Guinea, di mana praktik ini tersebar luas di setiap daerah dan di antara setiap kelompok etnis, agama dan sosial," kata Zeid Ra'ad Al Hussein, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, dalam sebuah siaran pers tentang laporan tersebut.
Meski telah dilarang oleh hukum nasional dan internasional, mutilasi alat kelamin perempuan terus dilakukan pada perempuan di usia muda. Menurut sebuah studi terbaru, 69% wanita berusia 20 hingga 24 tahun yang dipotong kelaminnya sebelum usia 10 tahun.
PBB memperkirakan bahwa 200 juta wanita dan anak perempuan di dunia telah melakukan praktik ini. Pada 2012, Majelis Umum PBB telah menetapkan tanggal 6 Februari sebagai hari untuk meningkatkan kesadaran tentang mutilasi kelamin perempuan dan prosedur lain yang terkait dengan diskriminasi gender, demikian lansir BBC.
Di Guinea, pemotongan bagian dari alat kelamin perempuan (eksisi) sering dilakukan sebagai ritual inisiasi. Ritual ini sering dilakukan di rumah atau di kamp-kamp, namun karena kendala keuangan dan takut tindakan hukum, laporan menunjukkan terjadi peningkatan praktik secara individu.
"Secara garis besar, gadis yang tidak melakukan ritual itu dianggap tidak terhormat dalam masyarakat Guinea," kata laporan itu.
"Tekanan sosial, seperti perempuan dapat meminta eksisi karena takut dikeluarkan atau dipaksa untuk tetap tidak menikah jika mereka tidak melakukannya."
Zeid mencatat, Guinea memiliki tingkat tertinggi dari mutilasi kelamin perempuan di dunia setelah Somalia.
"Mutilasi genital perempuan tidak hanya sangat merugikan perempuan dan kesehatan anak perempuan dan kesejahteraan, itu juga merupakan tindakan mengerikan kekerasan," katanya.
"Tidak ada pembenaran yang mungkin untuk praktek ini. Tidak ada alasan budaya, agama atau medis apapun."
Laporan ini mengakui bahwa pemerintah Guinea telah berusaha untuk mencegah dan memberi sanksi dengan peraturan dan pelatihan bagi peradilan, keamanan, dan tenaga medis.
Namun, karena beberapa pemimpin politik dan agama mendukung praktik ini langkah itu nyaris sia- sia.
Hanya delapan orang yang telah dihukum sehubungan dengan mutilasi alat kelamin perempuan dan mereka semua menerima hukuman percobaan atau denda yang rendah, kata laporan itu.
PBB juga meminta pihak berwenang untuk memastikan penegakan peraturan yang relevan, dengan investigasi independen dan berimbang tentang kasus, dan penuntutan terhadap pelaku. [ikh]
Baca Berita Selanjutnya
0 Response to "Mutilasi Kelamin Perempuan di Guinea Meningkat"
Posting Komentar